Rabu, 30 Januari 2013

Teknologi Pengendalian Bising

Fenomena Bising
Gelombang bunyi (akustik) adalah salah satu jenis fenomena gelombang yang dapat  ditemui pada kehidupan sehari-hari. Gelombang ini dapat ditemui dalam bentuknya yang alami maupun berasal dari aktivitas buatan manusia. Suara binatang, gemuruh gempa bumi, letusan gunung berapi adalah contoh gelombang  akustik di alam. Sementara musik, bising kendaraan, mesin pabrik, adalah contoh fenomena akustik akibat adanya aktivitas manusia. Di antara gelombang akustik tersebut, ada yang disebut sebagai noiseatau bising.
Bising atau noise dalam konteks akustik memiliki beberapa arti:

  1. bunyi atau suara yang keras, tidak disenangi, tidak terprediksi, tidak diinginkan
  2. gangguan, dalam bentuk acak dan terus menerus, yang membuat sinyal menjadi tidak jelas atau tereduksi
Pada dasarnya, bising  berbentuk gelombang suara itu sendiri yang dapat berasal dari mana saja, dan bentuk apa saja. Hanya saja, status bising akan ditentukan oleh konteks situasi gelombang yang diinginkan dan tidak diinginkan. Contoh sederhana yang akan membuat definisi bising lebih jelas adalah sebagai berikut. Di studio musik, percakapan orang-orang akan menjadi status bising karena pada saat itu sedang dilakukan perekaman. Sebaliknya, di ruang pertemuan, musik akan menjadi bising karena saat itu gelombang akustik yang diinginkan adalah suara percakapan, selainnya akan mengganggu pertemuan.
Fenomena bising itu sendiri mencakup skala yang luas. Salah satunya adalah bising berbentuk suara keras yang mengganggu kenyamanan dan keamanan akustik lingkungan bagi kehidupan manusia. Sebagian mesin pabrik yang menghasilkan suara yang sangat keras, bisa merusak indra pendengaran karyawan di sekitarnya, dan bahkan bisa mengganggu ketenangan masyarakat sekitar.
Saat ini manusia sedang dan akan terus melakukan penelitian tentang pengendalian bising dalam skala industri, terutama berkaitan dengan instrumen dan proses yang menghasilkan suara yang tidak diinginkan, semata-mata bertujuan menjaga kenyamanan dan keamanan bagi manusia di sekitarnya.
Teknologi Pengendalian Bising
Teknologi pengendalian bising (noise control technique) adalah teknik mengendalikan gelombang suara berupa noise (bising) untuk mereduksi bahkan menghilangkan bising. Sesuai arti terminologinya, bising berarti gelombang akustik yang tidak diinginkan, sehingga harus direduksi atau dihilangkan. Saat ini telah berkembang banyak teknik pengendalian bising dari skala sinyal maupun pada tingkat intensitas suara yang tinggi.
Secara konsep, cara menghilangkan kebisingan adalah dengan terlebih dahulu mengetahui karakteristik propagasi gelombang akustik sendiri, yang terdiri atas refleksi, refraksi, absorpsi, dan transmisi.
Refleksi adalah peristiwa pemantulan gelombang bunyi saat ia bertumbukan dengan sebuah permukaan. Misalkan kita tinjau sebuah titik permukaan yang ditumbuk gelombang akustik. Jika gelombang datang dengan sudut datang i maka akan dipantulkan dengan sudut r dengan r, sesuai hukum pemantulan.
http://yusalsunjaya.files.wordpress.com/2011/09/first_reflection_diffusor.jpg?w=150&h=150Selanjutnya kita tinjuan permukaan secara lebih besar. Kita akan melihat bahwa pemantulan yang terjadi akan dipengaruhi oleh tingkat kekasaran permukaan tersebut. Permukaan yang rata sempurna menghasilkan pemantulan yang teratur. Sebaliknya, permukaan yang kasar akan memamtulkan gelombang secara baur/difus.
Refraksi atau pembiasan, adalah fenomena gelombang akustik saat ia melewati medium yang memiliki kerapatan yang berbeda. Akibatnya, terjadi pembelokan arah rambat gelombang berdasarkan persamaan Snellius.
Absorpsi adalah peristiwa konversi energi akustik menjadi energi termal pada zat permukaan, sehingga akan terjadi pengurangan intensitas bunyi setelah ia melewati permukaan tersebut. Sementara transmisi berarti diteruskannya gelombang akustik saat ia melewati sebuah lapisan permukaan.
Dari keempat pola propagasi di atas, yaitu refleksi, refraksi, absorpsi, dan transmisi, rekayasa pengendalian bising dapat disusun dengan salah satu atau beberapa dari pola tersebut.
Beban Akustik Struktur (Structure-Borne Sound)
Gelombang bunyi atau akustik mempengaruhi medium propagasinya melalui perubahan tekanan terhadap ruang dan waktu.  Semua medium, baik gas maupun padat, akan mengalami regangan/kompresi torsional akibat perubahan tekanan ini.  Struktur padat yang umumnya dianalisis beban akustiknya adalah plat dan batang/tiang.
Pengaruh penting pada analisis beban akustik pada struktur adalah gejala gelombang berupa pembelokan gelombang yang dapat terjadi pada plat dan batang. Berlawanan dengan ketergantungannya saat propagasi dalam gas dan cairan, panjang gelombangflexure pada struktur padat bergantung pada frekuensi, tepatnya proporsional terhadap akar frekuensi. Untuk sinyal gelombang mekanik yang terdiri atas beberapa frekuensi, setiap komponen spektral merambat pada cepat rambat  berbeda yang kemudian menentukan profil sinyal gelombang setelah terjadi dispersi. Pada dispersi ini, panjang gelombang yang dibelokkan berbanding terbalik dengan akar kuadrat frekuensi. Hasilnya, panjang gelombang bias  di bawah frekuensi kritis  bernilai lebih kecil daripada panjang gelombang suara di udara . Sebaliknya,  >  adalah benar untuk semua nilai di atas  . Fakta ini memainkan peranan penting dalam peristiwa pembiasan gelombang, terutama gelombang bunyi, saat melewati lapisan pelat seperti dinding, atap, jendela, dan sejenisnya. Ambang frekuensi pada material berbanding terbalik dengan ketebalannya ,  . Frekuensi kritisnya akan tinggi untuk pelat yang tebal dan akan rendah untuk pelat yang tebal.
Resonansi dapat terjadi pada struktur batang dan pelat yang memiliki panjang terbatas, dengan kondisi hanya sedikit energi yang hilang pada daerah sekitar permukaan material. Frekuensi resonansi bergantung pada beban material (material bearing). Pada batang, selisih antara peningkatan frekuensi resonansi sebanding dengan peningkatan frekuensi, yang akan mengurangi kerapatan resonansi. Pada struktur pelat, kerapatan resonansi adalah konstan, tidak terikat terhadap frekuensi. Pola vibrasi resonansi akan tergantung pada profil gelombang yang mengenainya.
Isolasi Elastis (Elastic Isolation)
Dengan sistem elastis menggunakan pegas atau material lunak, isolasi elastis antara sumber bunyi dan fondasi bangunan akan benar-benar mereduksi penjalaran bising menuju struktur fondasi bangunan. Di bawah frekuensi resonansi, insertion loss pada sistem massa-pegas dapat mencapai 0 dB. Pada frekuensi resonansi, perlakuaninsertion loss akan memiliki nilai negatif, bergantung pada kerugian pada pegas. Efek peredamah hanya akan terjadi di atas frekuensi resonansi material fondasi bangunan. Di sini, perlakuan insertion loss sebesar 12 dB per oktaf. Sasaran utama pengontrolan bising pada kasus ini adalah bagaimana mengadakan resonansi pada frekuensi rendah dengan pegas seempuk mungkin.
Kita lakukan pendekatan bahwa fondasi struktur hanya dipengaruhi oleh jumlah insertion loss. Jika fondasinya berupa karakter massa, frekuensi resonansi bergeser ke tas. Jika fondasinya berupa karakter pegas, insertion loss mencapai ketidakterikatan pada frekuensi saat melebihi frekuensi resonansi. Nilai ini didefinisikan sebagai perbandinga kekakuan fondasi terhadap pegas. Pemanfaatan efek elastis ini juga sangat dipengaruhi oleh profil dinamis getaran dari sumber bunyi/bising.
Sebelum mengimplementasikan reduksi elastis ini, sangat disarankan untuk melakukan pengecekan terhadap transmisi gelombang bising yang merambat dari titik koneksi sumber bising dengan fondasi, apakah jalur transmisinya menuju ke daerah isolasi atau jalan lain.
Ada beberapa yang harus diperhatikan :
  1. Vibrasi struktur padat tidak dibatasi hanya pada satu derajat kebebasan (gerak translasi pada satu sumbu). Objek sumber getaran dapat dipastikan membentuk getaran translasional dan rotasional pada tiap sumbu ruang. Untuk menghindari gerak paralel terhadap fondasi atau “getaran mengayun”, pusat gravitasi yang rendah akan sangat baik, yang dapat dicapan dengan tambahan massa.
  2. Mesin, peralatan, dan sebagainya, tidak selalu dalam bentuk massa yang padat. Sebaliknya, benda-benda tersebut pun dapat mengalami deformasi elastik saat terjadi fenomena resonansi pada dirinya sendiri. Massa yang dinamis (selalu bergerak), berlaku untuk frekuensi resonansi beban, karena itu dapat lebih didekati daripada massa yang diam.
  3. Pada kenyataannya, pegas dapat membentuk alunan gelombang pada dirinya sendiri, dimana gelombang berdiri dapat terjadi pada frekuensi tinggi.
Penyerap Bunyi (Sound Absorbers)
Saat mendesain ruangan, masalah akustik yang sering terjadi adalah pengaruh pantulan bunyi pada dinding yang tidak diinginkan. Di bangunan pabrik, contohnya, sangat penting untuk mencegah bising yang dipancarkan oleh mesin ke daerah sekitar yang lebih jauh lewat transmisi atau refleksi. Ada ide tentang pembuatan dinding yang dapat menyerap hingga seluruh gelombang akustik yang menumbuknya.
Di sisi yang lain, suara pembicara pada ruang pertemuan terkadang memang dirancang agar hanya refleksi tertentu yang diizinkan sampai pada pendengar. Pantulan kedua atau pemantulan tak langsung akan dicegah agar tidak terjadi gaung pada jumlah yang diatas batasnya.
Perhitungan tingkat penyerapan bunyi bergantung pada sebuah koefisien absorpsi. Koefisien ini bergantung pada dua hal, yaitu frekuensi bunyi dan struktur permukaan dinding. Permukaan yang kasar dan lunak akan baik menyerap gelombang bising. =’ms
d-
, e:normal’>λB >  adalah benar untuk semua nilai di atas  . Fakta ini memainkan peranan penting dalam peristiwa pembiasan gelombang, terutama gelombang bunyi, saat melewati lapisan pelat seperti dinding, atap, jendela, dan sejenisnya. Ambang frekuensi pada material berbanding terbalik dengan ketebalannya ,  . Frekuensi kritisnya akan tinggi untuk pelat yang tebal dan akan rendah untuk pelat yang tebal.
Resonansi dapat terjadi pada struktur batang dan pelat yang memiliki panjang terbatas, dengan kondisi hanya sedikit energi yang hilang pada daerah sekitar permukaan material. Frekuensi resonansi bergantung pada beban material (material bearing). Pada batang, selisih antara peningkatan frekuensi resonansi sebanding dengan peningkatan frekuensi, yang akan mengurangi kerapatan resonansi. Pada struktur pelat, kerapatan resonansi adalah konstan, tidak terikat terhadap frekuensi. Pola vibrasi resonansi akan tergantung pada profil gelombang yang mengenainya.
Isolasi Elastis (Elastic Isolation)
Dengan sistem elastis menggunakan pegas atau material lunak, isolasi elastis antara sumber bunyi dan fondasi bangunan akan benar-benar mereduksi penjalaran bising menuju struktur fondasi bangunan. Di bawah frekuensi resonansi, insertion loss pada sistem massa-pegas dapat mencapai 0 dB. Pada frekuensi resonansi, perlakuaninsertion loss akan memiliki nilai negatif, bergantung pada kerugian pada pegas. Efek peredamah hanya akan terjadi di atas frekuensi resonansi material fondasi bangunan. Di sini, perlakuan insertion loss sebesar 12 dB per oktaf. Sasaran utama pengontrolan bising pada kasus ini adalah bagaimana mengadakan resonansi pada frekuensi rendah dengan pegas seempuk mungkin.
Kita lakukan pendekatan bahwa fondasi struktur hanya dipengaruhi oleh jumlah insertion loss. Jika fondasinya berupa karakter massa, frekuensi resonansi bergeser ke tas. Jika fondasinya berupa karakter pegas, insertion loss mencapai ketidakterikatan pada frekuensi saat melebihi frekuensi resonansi. Nilai ini didefinisikan sebagai perbandinga kekakuan fondasi terhadap pegas. Pemanfaatan efek elastis ini juga sangat dipengaruhi oleh profil dinamis getaran dari sumber bunyi/bising.
Sebelum mengimplementasikan reduksi elastis ini, sangat disarankan untuk melakukan pengecekan terhadap transmisi gelombang bising yang merambat dari titik koneksi sumber bising dengan fondasi, apakah jalur transmisinya menuju ke daerah isolasi atau jalan lain.
Peredam (Silencer)
Pembuluh peredam (duct silencer) bekerja berdasarkan prinsip pemantulan dan penyerapan. Semua gelombang bising diarahkan pada pembuluh ini, kemudian memantul dibarengi dengan pengurangan intensitas energinya karena penyerapan, terus menerus hingga teredam.
Penghalang Bising (Noise Barriers)
Penghalang bising biasa diaplikasikan pada tempat – tempat umum dengan tujuan menghalangi transmisi bising akibat sumber bising. Derajat absorbsi dan keterhalangan bising dengan adanya penghalang bising (noise barriers) ini bergantung pada ketebalan, ketinggian, dan koefisien absorbsi dinding.
Namun, faktor lain yang juga mempengaruhi transmisi bising ini adalah :
  1. Pemantulan dan transmisi lewat tanah
  2. Angin dan cuaca
  3. Pembelokan arah rambat pada jarak jauh
  4. Geometri wilayah
Active Noise Control
Active Noise Control atau pengendalian bising aktif adalah metode yang memanfaatkan prinsip interferensi gelombang yang hanya cocok untuk aplikasi pengendalian bising apabila properti ruang atau time dependent pada gelombang akustik dapat direduksi secara rasional dalam bentuk yang sederhana. Aplikasi active noise control ini dilakukan pada kehidupan sehari-hari, di mana dibutuhkan daerah sempit yang bebas dari bising. Contohnya adalah pada pendengaran pilot atau pengendara sepeda motor. Bising yant terjadi di luar dihilangkan secara interferensi destruktif. Caranya dapat seperti ini: gelombang suara yang ditangkap oleh sensor diproses seketika kemudian direplikasi dan dibalikkan amplitudonya, dan dilepaskan kembali. Walaupun tidak dapat benar-benar menghilangkan bising, namun dengan tambahan penghilang bising seperti lapisanearphone dan pemantulan bunyi pada permukaan alat tersebut, maka bising dapat diredam dengan baik. Peristiwa ini lebih jauh dipelajari dalam elektro-akustik.
Sumber : http://yusalsunjaya.wordpress.com/2011/09/19/teknologi-pengendalian-bising-noise-control-technology/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar